Kamis, 18 Februari 2010

Kota Cairo

7 - Kota al-Qahirah

Setelah Panglima besar Jauhar ash-Shaqli utusan Khalifahan Bani Fathimiyah al-Mu`iz lidinillah al-Fathimi berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 358 Hijriyah ( 968 M ), beliau berusah untuk mendirikan sebuah kota yang megah, yang mampu menahan dari serangan musuh dari luar Mesir, kota itu juga akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Khalifah Bani Fathimiyah, pusat pemerintahan Khalifah yang selama ini di Moroco di pindahkan ke negeri Mesir, karena melihat negeri Mesir adalah tempat yang sangat strategis sekali, kota ini mereka namakan kota Qahirah ( cairo ).

Pertama sekali yang dibangun oleh Panglima Jauhar adalah tembok yang kokoh mengelilingi kota Qahirah, sebagai pertahanan dari serangan musuh, sebab Qahirah akan dijadikan tempat tinggalnya Khalifah, keluarganya, menteri-menteri dan tentera-tenteranya, karena kota Qahirah dikelilingi dengan tembok maka kota ini mesti memiliki pintu masuk dan keluar, tembok Qahirah memiliki delapan pintu, pintu an-Nashr, pintu Zuwilah, pintu al-Faraj, pintu al- Futuh, pintu Burqiyah, pintu Qarathin, pintu Sa`adah, pintu Qantharah, kemudian tembok Qahirah diperbaiki oleh Badar al-Jamali seorang menteri pada pemerintahan Khalifah al-Muntashir pada tahun 480 Hijriyah, pada sekarang ini yang tinggal dari pintu-pintu Qahirah ialah Pintu an-Nashar, pintu al-Futuh, pintu Zuwilah.

Panglima Jauhar juga membangun sebuah istana yang besar dan megah, didirikan disebelah bahagian timur tembok Qahirah, untuk tempat tinggal Khalifah al-Mu`iz liddinillah, istana ini berdiri dari Mesjid al-Aqmar sampai kepada Mesjid Saidina al-Husein, istana ini disebut Qashar Syarqi al-Kabir ( istana besar bahagian timur ), istana ini memiliki sembilan pintu yang memiliki nama-nama khusus, tetapi malangnya istana Qashar Syarqi al-Kabir hanya tinggal sejarah yang terpendam didalam buku-buku sejarah Qahirah, sebab wujud dan bekas puing-puing tidak dapat dilahat lagi.

Nama al-Qahirah ( Cairo ) inilah yang melekat sampai sekarang kepada ibu kota Mesir, al-Qahirah sekarang terdiri dari beberapa kota lama dan baru

Kota Fusthath dan Masjid `Amr Bin `Ash

Baru-baru ini saya saya diajak untuk membawa orangtua teman berjalan-jalan ke Kairo, diantara tempat yang di tuju adalah kota Fusthath yang terdapat didalamnya masjid `Amr bin `Ash` .



1 - Kota Fusthath

Kota Fusthath adalah kota islam yang pertama sekali di negeri Mesir, kota ini telah didirikan oleh Amru Bin `Ash pada tahun 20 Hijriyah, ( 641 M ), dan Amru Bin `Ash juga berhasil mengeluarkan bangsa Romawi dari kota iskandariyah ( Alexander ) setelah beberapa abad mereka menguasainya.

Pada mulanya `Amru Bin `Ash ingin menjadikan Iskandariyah menjadi ibukota negeri islam di Afrika, tetapi menurut Khalifah Umar Bin khathab tempatnya tidak strategis, namum setelah itu `Amru Bin `Ash memilih satu daerah yang berhampiran dengan

sungai Nil, tempat tersebut dibahagian utara benteng Babiliyon yang telah direbut dari tangan tentera Romawi.

Kota ini sangat penting sekali bagi umat islam setelah banyaknya orang-orang Mesir yang memeluk islam, kota ini juga menjadi pusat pendidikan islam, perdagangan dan pusat ketentraan dibahagian benua Afrika.

2 – Mesjid `Amru Bin `Ash

Setelah Mesir dapat ditaklukkan oleh `Amru Bin `Ash , maka pekerjaan yang pertama sekali beliau laksanakan adalah membangun Mesjid, sebagaimana perbuatan Rasulullah SAW dalam membangun Mesjid Madinah, ini disebabkan mesjid pada masa dahulu sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan ketenteraan, begitu pentingnya mesjid dikalangan umat islam, mesjid ini berada dibahagian kota Fusthath.

Pendiri mesjid ini adalah panglima besar `Amru Bin `Ash, beliau seorang yang handal dalam berpolitik, berperang, dan berpidato, Umar BinKhathab telah melantik beliau sebagai pemimpin pasukkan untuk penaklukan negeri Mesir dari kekuasaan Romawi, setelah beliau berhasil merebut Mesir, maka Umar Bin Khatab melantik `Amru Bin `Ash menjadi gubernur Mesir, pada masa inilah `Amru memulai membangun mesjid untuk umat islam.

Mesjid `Amru Bin `Ash didirikan pada tahun 21 Hijriah, banyak para sahabat dan tabi`in yang ikut serta dalam membangun mesjid ini, sehingga sampai delapan puluh sahabat menentukan arah Qiblat, diantaranya : Zubair Bin `Awam, al-Miqdad, `Ubadah Bin Shamat, Abu Darda`, dan yang lainnya.

Mesjid ini berbentuk memanjang, panjang bahagiannya 28,9 meter, dan lebar sisinya 17,4 meter, dindingnya terbuat dari batu bata, atapnya terbuat dari pelepah pohon kurma, dan ting-tiangnya dari batang pohon kurma, memiliki enam pintu, mesjid ini telah berulang kali di renofasi dan diperluas, diantaranya ialah : pada tahun 53 Hijriyah ( 672 M ) Pangeran Maslamah Bin Mukhllad al-Anshori telah memperluas mesjid, kemudian diperluas oleh Pangeran Abdul Aziz Bin Marwan ( Gubernur Mesir ketika itu ) tahun 79 Hijriyah ( 698 M ) pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik Bin Marwan, kemudian mesjid ini di perbesar oleh Abdul Malik Bin Thahir pada masa pemerintahan Khalifah Ma`mun al-`Abbasi, sehingga panjang mesjid `Amru 120 meter, dan lebarnya 100 meter, sampai sekarang luasnya mesjid `Amru Bin `Ash tidak berubah dari perluasan Abdul Malik Bin Thahir, demikian juga mesjid ini pernah diperbaiki oleh Sultan Shalahuddin al-Ayubi pada tahun 568 Hijriah ( 1172 M ), Mesjid `Amru begitu banyak mendapat perhatian dari kalangan pemerintah, dari masa pemerintahan Khulafau Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti `Abbasiyah, Dinasti Ayubiyyah, Dinasti Mamalik, sampai Dinasti Utsmaniyah.

Mesjid `Amru Bin `Ash bukan hanya tempat untuk shalat, tetapi juga menjadi pusat pendidikan islam pertama sekali di benua Afrika, para sahabat mengajarkan al-Qur`an dan Hadits kepada para Tabi`in, tabi`in mengajar ilmu agama kepada Tabi` Tabi`in, begitulah seterusnya, sampai masa timbulnya al-Azhar Syarif sehingga mengurangkan keterlibatan mesjid `Amru dalam menebarkan ilmu islam, Imam Syafi`i pernah mengajar di mesjid ini, dari mulai pagi sampai malamnya, hal ini membuktikan masjid Amr bin `Ash pernah mengeluarkan sarjana-sarjana islam yang hebat dan handal.

Kamis, 11 Februari 2010

Syeikh Zakariya Bila


Madrasah Solatiyah Makkah Mukarramah


Banyak yang belum tahu bahwa Syeikh Zakariya Bila al-Makki berasal dari mana, disebabkan keluarganya sudah lama berdiam di Makkah, dilihat dari sebutan bila ( بيلا ) menunjukkan keluarga beliau sebenarnya berasal dari Indonesia, tetapi dari daerah manakah di Indonesia? kita tahu Syeikh Yasin Padani berasal dari Padang Sumatra barat, sebab daerah Padang memang cukup terkenal sebagai ibukota Sumatra barat, tetapi dimanakah letak bila dan apa maksudnya?.


Rabu, 10 Februari 2010

Peran Pesantren Musthafawiyah dalam menebarkan ilmu Tasawuf

Ilmu Tasawuf sebenarnya telah lama bertapak di negara Indonesia, banyaknya ulama-ulama yang berdatangan dari Yaman dan Hijaz ke Nusantara untuk menyampaikan misi dakwah dengan metode Tasawuf, tidak mengherankan jika dakwa mereka diterima oleh kalangan masyarakat Nusantara sebab para pendakwah memiliki akhlak yang mulia, tercermin dari kepribadian mereka, keadaan ini membuat menyebar luasnya islam di bumi Nusantara dan berkembangnya masyarakat untuk mempelajari ilmu tasawuf.

Ilmu tasawuf juga sangat diperhatikan didaerah Mandailing Natal yang memiliki banyak ulama-ulama ternama, mereka berhasil mengembangkan tasawuf dimasyarakat sehingga terbentuklah akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik ditengah masyarakat, ketika kita menoleh kesatu lembaga pendidikkan yang terkenal dan tersohor di Mandailing, sebuah tempat untuk mencetak insan-insan yang bertanggung jawab dan memiliki akhlak yang baik melalui penanaman nilai-nilai tasawuf yang telah dipupuk oleh sang pendiri pesantren itu, pesantren tersebut tidak lain adalah Musthafawiyah yang telah didirikan oleh Syeikh Musthafa Husein setelah pulangnya beliau dari Makkah Mukarramah, pesantren ini sudah begitu tua tetapi masih tetap kokoh berdiri menghadapi gelombang hidup, dari tahun 1912 Masehi pesantren ini telah mengembangkan kehidupan tasawuf yang telah dikutip dan dipelajari oleh sang pendiri di Makkah, ketika di Makkah beliau telah banyak mempelajari ilmu - ilmu agama diantaranya ilmu tasawuf, hasil ilmu beliau inilah yang ditanam di pesantren Musthafawiyah.


Begitu besar peranan pesantren Musthafawiya dalam menebarkan ilmu Tasawuf dikalangan murid-muridnya, sehingga cara kehidupan para sufi menjadi panutan di pondok pesantren ini, seperti para pelajar lelaki disebut dengan Foqir yang berasal dari kalimat Faqir yang berarti seorang yang Faqir, laqob ini digelar bagi orang - orang sufi, tidak hanya sebatas sebutan saja, bahkan didalam mata pelajaran terdapat pelajaran tasawuf bagi kelas lima sampai kelas tujuh, pada kelas lima telah tetapkan kitab Bidayah wal Hidayah sebagai mata pelajaran tasawuf, sementara pada tahun keenam dan ketujuh kitab Minhajul Abidin, kedua kitab ini adalah hasil karya Imam Ghazali seorang pemuka sufi yang ternama.

Tidak hanya itu, bahkan dipesantren ini juga diajarkan kitab Dala`ilul Khairat bagi tahun tujuhnya, Dala`ilul Khairat merupakan salah satu amalan yang banyak diamalkan oleh ulam sufi, kitab ini adalah himpunan salawat yang dilantunkan oleh kebanyakkan pengikut tariqah Syadzuliyah, tetapi juga diamalkan oleh para pelajar-pelajar Musthafawiyah, adapun tariqat yang dikembangkan oleh pendiri ialah tariqah Khalwatiyah.

Pesantren Musthafawiyah telah berhasil mengeluarkan ribuan santri yang berjiwa sufi menebarkan ajaran-ajaran tasawuf digelanggang masyarakat yang sangat memerlukan ilmu tasawuf, hal ini memperkuat posisi tasawuf di hadapan dunia, karena sebahagian orang menolak adanya ilmu tasawuf serta menganggap tasawuf adalah bid`ah, perjalanan pesantren Musthafawiyah yang penuh dengan berbagai macam halangan dan hambatan tetapi membuat Mustafawiyah tetap tegar dengan konsep lamanya dengan cara mempelajari ilmu tasawuf,inilah membuat ciri-ciri keistmewaan Musthafawiyah dengan pondok pesantren lainnya, amalan tasawuf begitu mengental didalam darah para tenaga pengajar dan para pelajar, tidak banyak didapati di Indonesia pesantren yang mengembangkan ilmu tasawuf, tetapi Muthafawiyah tampil beda dengan ajaran taswuf telah ditetapkan oleh pendiri pesantren.

Selasa, 09 Februari 2010

Para ulama Sufi di medan perang

Mujahid Umar Mukhtar
Banyak sekali kita dengar dari mulut kaum wahabi bahwa ulama sufi tidak pernah mengikuti peperangan jihad fisabilillah, mereka hanya sibuk dengan ibadah dan melupakan kewajiban jihad, kaum wahabi mencoba untuk menghilangkan sejarah yang pernah diukir oleh pembesar-pembesar sufi yang ikut dalam perjuangan melawan kafir-kafir penjajah negeri islam, mereka memutar balikkan fakta yang ada, selanjutnya mereka membanggakan diri dengan menyebut sebagai pahlawan yang mati-matian menyerang musuh islam dan mengobarkan panji jihad.