Kamis, 10 Mei 2012

Hukum merujuk dengan isyarat

Soal : Seorang lelaki telah menceraikan isterinya dengan tolak satu atau dua, ketika sang isteri masih didalam `iddah, maka datanglah mantan suami kepadanya karena ingin bertamattu` ( bersenang-senang seperti layaknya suami isteri ), kemudian  Isteri berkata : Kita rujuk kembali?, suami tidak menjawab tetapi hanya menggelengkan kepala pertanda setuju, maka mereka pun mengadakan hubungan suami isteri, setelah itu orang-orang bertanya kepada suaminya, apakah mereka telah berujuk semula? tetapi sang suami tidak membenarkan adanya rujuk semula.


Bagaimana hukum hubungan intim yang mereka lakukan?
Apakah sah rujuk antara suami dan isteri tersebut?
Hukum apa yang berlaku setelah hubungan tersebut?

Jawab : Merujuk tali pernikahan merupakan hak suami sama ada istri setuju atau tidak, tetapi dengan bebarapa syarat  :

1 - Jika talak yang di jatuhkan suami talak Raj`i ( yaitu tolak satu atau dua kali ), jika talak tiga maka bekas suami tidak bisa merujuk kembali kecuali dengan cara sang bekas istri berkawin dengan lelaki yang lain, kemudian setelah di setubuhi dengan sah maka suami yang kedua menceraikannya, maka mantan suami yang pertama bisa menikahkannya semula dengan mahar dan akad yang baru.

2 - Jika suami sudah pernah menyetubuhi sang isteri, jika belum pernah menyetubuhinya, maka sang suami tidak berhak merujuk istri yang di ceraikan, akan tetapi jika ingin kembali mesti dengan mahar dan akad baru dan dengan kerelaan mantan istri.

3 - Sang istri masih didalam keadaan `iddah, jika masa `iddah sudah habis maka mantan suami bisa menikahkannya kembali dengan mahar dan akab baru atas kerelaan mantan isteri.

4 - Merujuk isteri dengan lafaz yang nyata untuk merujuknya, atau dengan lafaz kinayah yang memerlukan niat merujuk didalam hati, adapun lafanya adalah :

a - Aku rujuk kamu kepadaku.
b - Aku rujuk kamu kembali.
c - Aku kembalikan kamu didalam ikatan pernikahanku.

Di syaratkan bagi orang yang merujuk isteri sebagaimana syarat didalam nikah :

a - Baligh.
b - Berakal.
c - Tidak ada unsur keterpaksaan.
d - Tidak dalam keadaan murtad ( wal `iyadzubillah ).

Tidak di syaratkan didalam merujuk adanya saksi, tetapi hanya disunnahkan saja.

Di syaratkan bagi suami yang tidak bisu untuk melafazkan kata-kata rujuk, jika hanya di isyaratkan saja tanpa di ucapkan maka rujuk tidak sah, walaupun sang isteri mengucapkan kalimat rujuk dan sang suami mengangguk kepala pertanda setuju maka rujuk tidak sah sebab rujuk adalah hak suami, dan suamilah yang mesti mengucapkannya dengan lafaz yang pasti dan jelas.

Jika sang suami bisu maka cukup dengan isyarat yang di pahami saja, setelah itu rujuk pun sah diantara mereka.

Jika terjadi persetubuhan setelah rujuk yang tidak sah, maka hubungan tersebut di anggap haram dan tidak di kenakan huku hudud, karena permasalahan ini dianggap khilafiyah, sebab menurut mazhab Hanafi terjadinya persetubuhan antara suami isteri tanpa ucapan rujuk sudah dianggap rujuk, dan suami isteri tersebut bisa kembali bersama, tetapi didalam mazhab Syafi`i persetubuhan bukan merupakan alat untuk merujuk isteri, bahkan didalam pandangan jamhur ulama persetubuhan yang tidak di lafazkan dengan lafaz rujuk merupakn dosa besar, maka bagi sang suami yang telah melaksanakan hubungan badan dengan rujukkan yang tidak sah atau tanpa lafaz rujuk mesti membayar mahar mitsil kepada isteri dan bertobat kepada Allah, sementara isteri memulai `iddahnya yang baru di hiung setelah terjadinya persetubuhan . Wallahu A`lam.


Rujukkan :

1 - Mughni Muhtaj : 3 / 439 , karangan Muhammad Bin Khatib As-Syarbaini, terbitan Darul Makrifah Bairut, cet keempat 1431-2010.

2 - I`anatut Thalibiin : 4 / 34, Karangan Sayyid Al-Bakri Syatha Ad-Dimyati,terbitan Dar Al-Fikr thn 2005.





Tidak ada komentar: