Senin, 25 Mei 2009

Dialog bermadzhab

Diskusi dalam bermadzhab

Pada sa`at ini semakin banyak orang yang merasa mereka lebih hebat dibandingkan ulama ulama dahulu, mereka mencoba menebarkan slogan untuk tidak bermadzhab, tetapi mengambil hukum dari al-Qur`an dan Sunnah secara langsung, slogan ( semboyan = perkataan ) berhukum al-Qur`an dan hadits benar tetapi memiliki tujuan yang salah, dan akan menghasilkan kesalahan yang besar, adapun diantara dalil – dalil yang di ucapkan oleh mereka yang anti madzhab ialah :

Jumat, 15 Mei 2009

Pengertian bermazhab dan

Pada zaman sekarang ini telah banyak kita lihat golongan yang anti dan berusaha untuk menyerang dan membasmi madzhab-mahzhab yang masyhur, dengan alasan kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan sunnah bukan berpegang teguh dengan madzhab, tidak pernah kita dapati didalam al-Qur`an atau didalam hadits Rasulullah untuk menyuruh kita bermadzhab, bahkan para pendiri madzhab sendiri pun melarang mengikuti jejak mereka, hal ini sangat aneh sekali, mereka mati-matian mengajak orang agar meninggalkan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Ahmad, tetapi mereka juga sengaja menarik orang untuk mengikuti pemikiran dan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah, apakah mereka tidak tahu bahawa mengikut pendapat Ibnu Taimiyah juga disebut mengikuti madzhab, atau mungkin mereka terlupa, juga mungkin karena ta`asub yang berlebih-lebihan terhadap Ibnu Taimiyah, atau juga mungkin hasad dan dengki dengan pendiri para Madzhab, kalau tidak sebab-sebab itu niscaya mereka tidak akan keberatan terhadap seseorang yang bermadzhab Hanafi, Maliki, atau Syafi`i. kenyataan ini telah kita lihat sendiri, jikalau kita kata Ibnu Taimiyah saja yang berpegang teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah, maka maknanya madzhab-madzhab yang lain tidak benar, sebab menurut pandangan mereka ( orang yang tidak bermazhab atau golongan Wahabi ) bahwa Taimiayah yang benar, disini mereka terlupa bahwa Ibnu Taimiyah seorang manusia bukan seorang nabi yang tidak berdosa, wajarkah kita larang seseorang bermadzhab, sementara kita sendiri mengikuti madzhab seseorang, jikalau kita sebutkan seperti ini maka mereka tidak akan mengaku dengan sebenarnya, bahkan mencoba untuk memutar balikkan Fakta, dengan ucapan kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah, tetapi yang menjadi pertanyakan dibenak hati saya adalah apakah pendiri-pendiri Mazhab tidak mengikuti al-Qur`an dan al-Sunnah? tentu mereka menjawab " Sudah tentu para pendiri madzhab mengikut al-Qur`an dan as-Sunnah tetapi mereka manusia yang mungkin memiliki kesalahan", jadi menurut mereka ( anti mazhab ) karena adanya kesalahan pada ulama mujtahid maka mereka mengambil al-Qur`an dan Sunnah secara langsung, ini membuktikan mereka tidak akan tersalah dalam menentukkan hukum dalam berijtihad, jikalau sekiranya mereka sadar diri dengan kemampuan meraka niscaya mereka akan berpegang teguh dengan mana-mana mazhab yang empat.

Pada kesempatan ini saya hanya mencoba untuk memaparkan beberapa dalil yang menjadi pegangan masyarakat awam dalam mengikuti madzhab yang empat, beserta makna dan tujuan " Madzhab " dan bila timbulnya madzhab, dalam kesempatan lain insyaallah saya akan ketengahkan segala dalil-dali yang membatalkan anggapan-anggapan bahwa mengikuti mazhab adalah bid`ah.

Pengertian Madzhab

kalimat Madzhab berasal dari bahasa Arab yang bersumberkan dari kalimat Dzahaba, kemudian diobah kepada isim maf`ul yang berarti, Sesuatu yang dipegang dan diikuti, dalam makna lain mana-mana pendapat yang dipegang di ikuti disebut madzhab, dengan begitu madzhab adalah suatu pegangan bagi seseorang dalam berbagai masalah, mungkin lebih kita kenal lagi dengan sebutan aliran kepercayaan atau sekte, bukan hanya dari permasalahan Fiqih tetapi juga mencakup permasalahan `Aqidah, Tashawuf, Nahu, Shorof, dan lain-lain, didalam Fiqih kita dapati berbagai macam madzhab, seperti madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi`i, didalam `Aqidah kita dapati madzhab `Asya`irah, Maturidiyah, Muktazilah, Syi`ah, didalam Tashawuf kita dapati madzhab Hasan al-Bashri, Rabi`atu adawiyah, Ghazaliyah, didalam Nahu kita dapati madzhab al-Kufiyah dan madzhab al-Bashriyah.

Tumbuhnya Madzhab Fiqih

Pada zaman Rasulullah SAW " madzhab" belum dikenal dan digunakan karena pada zaman itu Rasul masih berada bersama sahabat, jadi jika mereka mendapatkan permasalahan maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, para shahabat telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam, sementara itu umat islam dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para shahabat berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul, tetapi tidak seluruh shahabat mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal dikalangan para sahabat yang berfatwa ditengah sahabat-sahabat Rasul lainnya, sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Sayyidah `Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas`ud dan yang lainnya, kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang telah sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar hadits Rasul dengan jumlah yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka yang berbeda-beda, sementara Allah telah menyuruh mereka untuk bertanya kepada orang yang `Alim diantara mereka.

فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

Artinya : Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui

Pada zaman Tabi`in timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal dengan madzhab Fuqaha Sab`ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota Madinah, setalah itu bermunculanlah madzhab yang lainnya dinegeri islam, seperti madzhab Ibrahin an-Nakha`i, asy-Syu`bi, sehingga timbulnya madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah, Hanabilah, madzhab ini dibenarkan oleh ulama-ulama untuk diikuti karena beberapa sebab :

1 - Madzhab ini disebarkan turun-temurun dengan secara mutawatir.

2 - Madzhab ini di turunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang .

3 - Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan .

4 - Madzhab ini berdasarkan al-Qur`an dan al-Hadits, selainnya para empat madzhab berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan pegangan .

5 - Ijma`nya ulama Ahlus Sunnah dalam mengamalkan empat madzhab tersebut

Rabu, 06 Mei 2009

al-Hafizh abad kelima belas

Kita telah melewati seperempat awal abad kelima belas hijriyah, tetapi tidak seorangpun kita lihat seorang ulama yang telah sampai derajatnya kepada al-Hafizh, ini membuktikan kekurangan umat islam pada zaman ini dalam mempelajari ilmu hadits dengan sedalam-dalamnya, tetapi yang anehkan dan mengejutkan ialah apabila kita lihat menjamurnya orang-orang yang mengaku menjadi Mujtahid atau mengambil hukum secara langsung dari al-Qur`an dan Hadits, sungguh mengherankan, apakah pernah kita lihat seorang mujtahid tidak sampai derajat al-hafiz?, tapi mungkin kita lihat mujtahid tersebut tetapi pada abad kelima belas hijriyah, coba kita lihat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`i, Imam Ahmad, derajat mereka didalam bidang hadits bukan hanya sampai kepada al-Hafizh, maka nyatalah bila seorang mengaku mujtahid tetapi tidak sampai derajatnya kepada al-Hafizh, maka orang tersebut tidak berkaca diri, atau cermin dirumahnya pecah sehingga tidak mampu untuk bercermin, para ulama tidak menutup pintu ijtihad terbukti usul fikih masih di pelajari diseluruh sekolah agama, tetapi siapakah yang mampu menaiki jenjang ijtihad dengan sebenarnya, boleh saya katakan pada zaman kita ini tidak ada yang sampai derajat Mujtahid, baik apa saja titelnya, doktetorkah, syeikhkah, ini jikalau kita mengakui secara jujur, tetapi kalau kita mengaku secara emesional dan sombong maka setiap orang akan mengaku beliaulah yang telah sampai derajat mujtahid.

Kembali kepokok permasalahan apakah makna al-Hafizh ? para ulama berbeda pendapat dalam mendefenisikan al-Hafizh, itu semua tertumpu kepada banyaknya menuntut ilmu Hadits, hafalan dan sempurnanya pengetahuan dalam ilmu hadits secara dirayah dan riwayah.

Syeikh saya Syeikh Mahmud Said Mamduh menukilkan didalam kitabnya " Tazyinul alfazh" defenisi al-Hafizh menurut al-hafizh Tajuddin as-Subki : " Muhaddiits ialah seseorang yang mengetahui sanad-sanad dan `illat-`illat hadits, nama-nama periwayat hadits, mengetahui sanad yang tinggi dan rendah, dan menghapal matan hadits dengan jumlah yang banyak, mendengar kutubus sittah, Musnad Imam ahmad, Sunan Baihaqi, mu`jam-mu`jam Thabrani, kemudian seribu juzu` dari juzu` kitab hadits, ini paling rendah derajat Muhaddits.

Imam al-hafiz Saidinnas berkata: al-Muhaddits pada masa kita ialah seseorang yang sibuk dengan hadits secara dirayah dan riwayah dan mengumpulkan riwayat-riwayat hadits, melihat dan mengetahui periwayat dan riwayat-riwayat pada masanya, sehingga terkenal dan tulisannya di ketahui orang, tingkat kekuatan hafalanya yang mashur, jika dia memiliki pengetahuan diatas itu, sehingga dia mengetahui guru-gurunya, guru-guru dari gurunya, dan tiap-tiap generasi periwayat, lebih banyak mengetahuinya dari pada yang tidak diketahui, maka ini disebut al-Hafizh.

kesimpulan yang perlu kita ambil didalam derajat al-Hafiz adalah apayang telah di simpulkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-`Asqalani didalam kitabnya Nukat ala Ibni Shalah (1/268 ), al-Hafizh as-Sakhawi didalam al-Jawahi Wa ad-Duraru : ( m : 30 ):

1 - Masyhur dalam menuntu ilmu hadits dan mengambil riwayat dari mulut para ulama, bukan dari kitab-kitab hadits saja.

2 - Mengetahui dengan jelas Thabaqat generasi periwayat dan kedudukan mereka.

3 - mengetahui Jarah dan ta`dil dari setiap periwayat, dan mengenal mana hadit yang shahih atau yang Dhaif, sehingga apa yang dia ketahui lebih banyak dari pad yang tidak diketahuinya, juga menghapal banyak matan haditsnya.

inilah batasan-batasan yang mesti dilalui oleh seseorang jika ingin menjadi al-Hafizh, dengan makna lai n walaupun tahap hapalannya banyak tetapi tidak mempelajari hadits dari seorang guru maka tidak boleh dianggap al-Hafizh, dari keterangan diatas siapakah yang telah memiliki syarat seperti ini, jika kita jawab secara jujur maka tidak ada yang sampai derajat tersebut seorangpun pada seperempat awal abad lima belas hijriyah, dari abad pertama sampai abad ke sepuluh masih banyak terdapat al-hafizh, tetapi mulai abad kesebelas hijriyah sampai abad ke empat belas hijriyah derajat al-hafizh semangkin berkurangan, lihat bagaimana kita hidup diabad yang serba kekurangan, walaupun university-univrsity tumbuh seperti cendawan di musim hujan, tetapi mereka hanya sibuk mempelajari buku-buku diktat dan sibuk mengejar Syahadah agar dapat bekerja. ini menunjukkan kepada kita kehebatan ilmu para ulama pada masa mereka dahulu, sehingga al-Hafizh adz-Dzahabi menuturkan bahwa Muhaddits pada zaman sebelumnya jika berada pada masa imam adz-Dzahabi niscaya akan digelar al-Hafizh, diantara perkataan beliau didalam biografi Abdul Aziz al-Kattani : Kemungkinan beliau digelar al-Hafizh pada masanya, jikalau beliau berada pada masa kita niscaya akan digelar al-Hafizh, pada abad yang ke empat belas hijriyah hanya seorang saja yang telah di gelar al-Hafizh, yaitu al-Hafizh Ahmad Bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari wafat tahun 1380 hijriyah.

Tetapi yang sangat mengherankan adalah banyaknya orang yang tertipu daya dengan Syeikh Nashiruddin al-Bani pada zaman ini, sehingga seluruh apa yang di shahihkan dan Dhaifkan menjadi pegangan orang-orang bodoh dan awam, melebihi dari al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqaani dan ulama-ulama lainnya, padahal Al-Bani sendiri belum dapat digelar al-Muhaddits jika kita lihat dari syaratnya, beliau tidak memiliki seorang syeikh pun dalam belajar ilmu hadits, hanya sekedar melihat dari buku-buku hadits, apalagi sampai digelar al-hafizh, jauh langit dari bumi, sampai murid-muridnya yang terlalu fanatikpun tak mampu menggelar beliau al-Hafizh, mungkin mereka hanya gelar al-Bani Muhadts zaman Modren, benar beliau Muhaddits zamam modren tetapi bagi pendukung dan orang-orang Wahabi saja, adapun ulama Ahlu Sunnah Wal Jama`ah, mereka tidak mengakui beliau dan apa yang beliau shahihkan dan Dha`ifkan, karena al-Bani belum sampai lagi derajat Muhaddits. Wallahu a`lam.

Minggu, 03 Mei 2009

keikhlasan menuntut ilmu

Tidak dapat kita nafikan bahwa kadang-kadang kita tidak dapat mengikhlaskan diri untuk memuntut ilmu agama, terfikir dibenak kita, bahwa kita ingin mendapat sesuatu yang terbaik dengan dorongan ilmu yang kita pelajari, kemurnian hati ketika waktu belajar sangat sulit sekali kita dapati, sebahagiannya belajar hanya di sebabkan imtihan ( pereksa ), sebahagiannya lagi hanya disebabkan oleh selembar Syahadah, sebahagiannya lagi agar dapat pekerjaan, tapi adakah diantara kita yang berniat karena mengharap keridhaan Allah dan agar dapat mengamalkan apa yang telah di ketahui, inilah satu permasalahan yang sangat besar sekali, tetapi kurang ditanggapi.

Dengan adanya ketidak ikhlasan dalam menuntut ilmu, menyebabkan susutnya ulama-ulama Rabbani, hilangnya ulama-ulama akhirat, bahkan menumbuhkan ulama-ulama dunia yang siap untuk mati demi mendapatkan pangkat dan kedudukkan, ulama-ulama yang jahat bertebaran dimana-mana laksana jamur tumbuh di musim hujan, ini adalah sebab ketidak ikhlasan seseorang dalam menuntut ilmu.

diantara ketidak ikhlasan menuntut ilmu adalah banyaknya dukalangan kita yang hanya sibuk membaca Muqarar kuliah, membaca muqarar tidak salah, tapi yang salah hanya sekedar membaca muqarar, ada lagi yang lebih mengherankan jika kita membaca buku muqarar sebahagian pelajar yang mereka meminta agar dibaca muqarar yang peru-perlu saja, agar cepat selesainya, ini adalah kenyataan yang ada, jika semestinya kita tersebut habis dibaca selama enam kali pertemuan, maka mesti dapat di habiskan dengan dua kali pertemuan saja, bagaimanakah kita mau alim, marilah kita bersama-sama membetulkan niat untuk belajar, agar mendapat keridhaan Allah.

Tariqah al-Hushafi

Tariqah al-Hushafiyah

1 - Pengertian Tariqah al-Hushafiyah

Tariqah Al-Husofiyah adalah salah satu cabang dari tariqah asy-Syadzuliyah yang ada di dunia ini, sementara Tariqah Syadzuliyah adalah salah satu metode yang diajarkan dan didirikan oleh Qutub Rabbani Imam Abu Hasan Syadzuli RA, yang di kuburkan di lembah Aidzab Humaitsarah Mesir. Diantara cabang-cabang tariaqah Syadzuliyah adalah : " Tariqah Syadzuliyah al-Faasiyah, Syadzuliyah ad-Darqaawiyah, Syadzuliah al-Faidhiyah, Syadzuliyah ash-Shiddiqiyah, Syadzuliah al-Mahrusiyah, Syadzuliayah al-Muhammadiyah, Syadzuliyah Ibrahimiyah, Syadzuliyah al-Hamidiyah, Syadzuliyah al-Qawuqjiyah dan Syadzuliyah al-Hushafiyah.

Dengan demikian tariqah al-Hushafiyah adalah bahagian dari tariqah asy-Syadzuliyah, setiap cabang dari tariqah Syadzuliyah dinamakan juga dengan cabang-cabang madrasah Syadzuli, sebab setiap cabang-cabang yang ada memiliki dzikir dasar yang diambil dari dzikir dan amalan Imam Syadzuli, tetapi para pendiri cabang Syadzuliah memasukkan sebahagian amalan yang diamalkan oleh Imam Syadzuli, adapun diantara amalan-amalan yang berasalkan dari Imam Syadzuli adalah :

1 – Dzikir dasar, terdiri dari istigfar sebanyak seratus kali, Shalawat Nabi al-Ummi yang mashur sebanyak seratus kali, dan kalimat Hailulah ( لا إله إلا الله ), sebanyak seratus kali diamalkan pada waktu pagi dan petang setiap harinya.

2 – Hizib Bahar diamalkan pada setelah waktu `Ashar, boleh juga diamalkan setiap setelah selesai Shalat Fardhu.

3 – Hizib Nashr,

4 – Shalawat Ibnu Masyisy, yang Imam Syadzuli terima dari gurunya Ubnu Masyisy.

Adalagi amalan yang diamalkan oleh sebahagian cabang tariqah Syadzuliyah yang mereka nisbahkan amalan itu kepada Imam Syadzuli tetapi apa yang kami kemukakan adalah bahagian yang sangat terpenting dan masyhur di kalangan ahli tarikat Syadzuliyah .

Pendiri Tariqah al-Hushafiyah

A - Nama lengkap dan keturunan beliau

Pendiri Tariqah al-Hushafiyah adalah Imam Syeikh Sayyid Hasanain al-Hushafi, nama lengkap beliau adalah Hasanain anak dari Sayyid Husein at-Tuhami anak dari Sayyid Hasanain ash-Shaghiir anak dari Sayyid Hasanain al-Kabiir anak dari Syyid Umar anak dari Sayyid Ayyub masyhur digelar dengan Unyif, yang bermukim di Kafr al-Hashafah daerah Quluyubih, anak dari Sayyid Sinjar yang bermukim di Minniyah Kinanah setelah datang dari tanah Hijaz ( Makkah dan Madinah ), beliau menetap dikampung tersebut sampai meninggal dunia, kemudian beliau dikuburkan dikampung tersebut, kuburannya banyak diziarahi orang, beliau anak dari Sayyid Hajjaj anak dari Sayyid Sayyid Qasim anak dari Sayyid Muhammad anak dari Sayyid Ahmad, anak dari Sayyid Ibrahim, anak dari Sayyid Qasim, anak dari Sayyid Thahir, anak dari Fathuddin, anak dari Sayyid Yusuf, anak dari Sayyid Ahmad, anak dari Sayyid Ibrahim, anak dari Sayyid `Ali, anak dari Sayyid Sinjar, anak dari Sayyid Thaha, anak dari Sayyid Hasan, anak dari Sayyid Dahman, anak dari Sayyid Musthafa, anak dari Sayyid Ibrahim, anak dari Sayyid Qasim, anak dari Sayyid Zaid al-Ablaj, anak dari Sayyid al-Hasan, anak dari `Ali Bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah, beliau anak dari Sayyidina Muhammad SAW.

B - Kelahiran dan pertumbuhan beliau

Imam Hasanain al-Hushafi dilahirkan pada tahun 1265 Hijriah di sebuah kampung yang indah dan permai bernama " Kafr Hashafah " dari bahagian daerah Quluyubiyah Mesir, dari pasangan suami isteri yang ta`at beribadah dan beramal shaleh yang memiliki keturunan dengan Nabi Muhammad SAW, beliau tumbuh dan membesar di kampung halaman atas peliharan ayahnya yang tercinta, sehingga beliau menghafal al-Qur`an dan tumbuh dewasa, pada tahun 1277 Hijriah beliau berangkat ke Azhar asy-Syarif untuk menuntut ilmu agama, dan umurnya ketika itu masih mencecah duabelas tahun, dalam menuntut ilmu beliau sangat bersungguh-sungguh dan bergiat sehingga mampu memahami seluruh ilmu secara baik, diantara guru beliau adalah Hasan al-Murashafa dan guru-guru yang semasanya.

Beliau tidak hanya sibuk dengan menuntut ilmu, tetapi juga tekun dalam beribadah, kebanyakkan waktunya berada di Jami` al-Azhar, membaca seperempat al-Qur`an setiap harinya, bersalawat kepada Nabi sebanyak seribu kali setiap harinya, sehingga Allah membukakan kepadanya pintu ilmu dan makrifah.

2 - Mengambil Tariqah dan menyebarkannya

A – Mengambil tariqah dari para Ulama

Setelah beliau mempelajari seluruh bidang ilmu yang ada di Azhar Syarif, maka mulailah beliau menekuni ilmu Tasawuf dengan mengambil tariqah Khalwatiyah dari Syeikh Husein Bin Hasan al-Mushailahi, pada tahun 1288 Hijriyah beliau bertemu dengan Syeikh Abu Abdillah Muhammad asy-Syadzuli al-Fasi, kemudian beliau mengambil tariqah Syadzuliyah dari Syeikh tersebut, dan beliau dizinkan untuk menyebarkannya kepada siapa saja yang sudah mampu untuk menerima tariqah, kemudian beliau ditalqinkan dengan tariqah Syadzuliyah oleh Syeikh Muhammad `Ulayisy al-Maliki pada tanggal 1293 Hijriayah, kemudian beliau mengambil tariqah syadzuliyah dari Syeikh Hasan al-`Adawi al-Hamzawi asy-Syadzuli pada tahun 1295 Hijriyah, dan tahun 1297 beliau mengambil tariqah Tijaniyah dari Syeikh Ahmad al-Banani.

B – Menebarkan Tariqah Syadzuliyah

Imam Hasanain al-Hushafi memiliki keteguhan dan ketekunan dalam menyebarkan tariqah Syadzuliyah, baik dari Cairo, Zaqaziq, Bilbis, Tonto, Damanhur dan di sekitar negeri mesir lainnya.

Banyak dikalangan pelajar agama dan orang awam yang mengambil tariqah secara langsung dari beliau, nama beliau menjadi masyhur dan terkenal dengan tareqahnya yang penuh dengan amalan-amalan yang baik dan jauh dari perbuatan-perbuatan bid`ah, sehingga Syeikh Hasan al-Banna memuji beliau didalam sebuah buku beliau : Mudzakarah Da`i wa Da`iyah " dan beliau juga mengambil tariqah al-Hushafi dari anak Syeikh yang bernama Muhammad Abdul Wahab Bin Hasanain al-Hushafi asy-Syafi`i.

Diantara murid-murid yang mengambil langsung dari beliau adalah : Syeikh Muhammad Abdul Wahab Bin Hasanain al-Hushafi, Syeikh `Ali al-Ja`farawi, Ahmad az-Zurqani, Muhammad al-Qafash.

Didalam dzikir dan amalan tariqah al-Hushafi terdapat dua bahagian, amalan Syadzuliyah dan amalan Tijaniyah, kedua amalan tersebut diamalkan oleh pemeluk tariqah ini, dianta amalan Syadzuliyah yang ada di Hushafiyah adalah :

1 – Dzikir dasar Syadzuli
2 – Hizbul Bahar.
3 – Hizbu an-Nashr
4 – Hizbu al-Kanaf
6 – Shalawat Masyisyiyah
7 – Shalawat Yaqutiyah
8 – Safinatun Naja ( Ma`tsuraat pagi dan petang )
9 – Musabbi`aat.
10 – Surah al-Muluk.


Wafatnya Syeikh dan penggantinya

A – Wafat Syeikh

Setelah Syeikh Hasanain berhasil menebarkan Tariqah di penjuru mesir, sehingga memiliki banyak pengikut yang kebanyakkanya dari kalangan para ulama, maka beliau menghembuskan nafas untuk yang terakhirnya dengan rasa puas dan gembira berjumpa dengan Allah SWT, beliau meninggal dunia setelah sakit menimpanya di kota Damanhur pada malam kamis tanggal 17 jumadil awal tahun 1328 Hijriyah, seluruh para murid dan masyarakat merasa sedih dengan wafatnya seorang ulama yang mengamalkan al-Qur`an dan Sunnah, beribu-ribu pelayat hadir untuk menyembahyangkan dan menguburkan orang yang mereka cintai, isak tangis tidak terbendung menetes di pipi para hadirin yang datang, menambah keadaan menjadi sedih dan duka.

Syeikh Hasanain di kubur diperkuburan kota Damanhur, dibelakang Mesjid al-Hushafi, semoga Allah memberikan rahmat dan surganya kepada beliau.

B – Pengganti Syeikh

Setelah Syeikh Hasanain meninggal dunia, kedudukan Khalifah diserahkan kepada anak beliau Syeikh Muhammad Abdul Wahab Bin Hasanain, atas wasiat yang telah ditinggalkan oleh Syeikh Hasanain, seluruh murid Syeikh hasanain turut membai`ah Syeikh Muhammad Abdul wahab al-Hushafi, pilihan ini bukan hanya sebab beliau anaknya Syeikh, tetapi keilmuan dan kealimannya yang sangat menonjol dari kalangan anak-anak Syeikh Hasanain, pengangkatan tersebut mengiringi bertahannya Tariqah al-Hushafiyah yang telah didirikan oleh Syeik Hasanan, dintara murid Syeikh Muhammad Abdul Wahab al-Hushafi adalah Hasan al-Bana, dan Syeikh Abdul Fatah Qadhi dari sibelanjah, beliau ini gurunya Syeikh islam Imam Akbar Abdul Halim Mahmud, Syeikh azhar pada masanya. Syeikh Muhammad Abdul Wahab meninggal dunia pada hari jum`at tanggal 14 Rabi`ul awal tahun 1368 Hijriyah, dan dikuburkan diDamanhur disisi kuburan ayahnya Syeikh Hasanain Hushafi.